Selasa, 05 Agustus 2014

Telaah Cerpen "CLARA" Karya Seno Gumira Ajidarma



Telaah Cerpen “CLARA” Karya Seno Gumira Ajidarma
Menggunakan Pendekatan Objektif



A.    Pengertian Cerpen
Cerpen adalah karangan pendek yang berbentuk prosa. Dalam cerpen dipisahkan sepenggal kehidupan tokoh, yang penuh pertikaian, peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan, dan mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan.[1]
Menurut kamus, cerita pendek adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novelia (dalam pengertian modern) dan novel. Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra seperti tokoh, plot, tema, bahasa dan insight secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang. Ceritanya bisa dalam berbagai jenis.[2]
Cerita pendek apabila diuraikan menurut kata yang membentuknya berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut : cerita artinya tuturan yang membentang bagaimana terjadinya suatu hal, sedangkan pendek berarti kisah pendek ( kurang dari 10.000 kata ) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam situasi atau suatu ketika.
Menurut Susanto, cerita pendek adalah cerita yang panjangnya sekitar 5000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap yang terpusat dan lengkap pada dirinya sendiri. Sementara itu, Sumardjo dan Saini mengatakan bahwa cerita pendek adalah cerita atau parasi ( bukan analisis argumentatif ) yang fiktif ( tidak benar-benar terjadi tetapi dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, serta relatif pendek ).[3]
Dari beberapa pendapat di atas pemakalah simpulkan bahwa yang dimaksud dengan cerita pendek adalah karangan nasihat yang bersifat fiktif yang menceritakan suatu peristiwa dalam kehidupan pelakunya relatif singkat tetapi padat.
B.     Pendekatan Objektif
Pendekatan adalah cara kita memandang sesuatu (karya sastra). Pendekatan dilakukan untuk menjabarkan pengaruh masyarakat terhadap sastra dan kedudukan sastra dalam masyarakat.[4] Sedangkan pendekatan objektif adalah pendekatan yang memberi perhatian penuh pada karya sastra sebagai struktur yang otonom, karena itu tulisan ini mengarah pada analisis karya sastra secara strukturalisme. Sehingga pendekatan strukturalisme  di namakan juga pendekatan objektif, menyebutkan bahwa pendekatan struktural dinamakan juga pendekatan objektif, pendekatan formal, atau pendekatan analitik. Strukturalisme berpandangan bahwa untuk menanggapi karya sastra secara objektif haruslah berdasarkan pemahaman terhadap teks karya sastra itu sendiri.[5] Proses menganalisis diarahkan pada pemahaman terhadap bagian-bagian karya sastra dalam menyangga keseluruhan, dan sebaliknya bahwa keseluruhan itu sendiri dari bagian-bagian. Oleh  karena itu, untuk memahami maknanya, karya sastra harus dianalisis berdasarkan strukturnya sendiri, lepas dari latar belakang sejarah, lepas dari diri dan niat penulis, dan lepas pula dari efeknya pada pembaca. Mengacu istilah Teeuw, jadi yang penting hanya close reading, yaitu cara membaca yang bertitik tolak dari pendapat bahwa setiap bagian teks harus menduduki tempat di dalam seluruh struktur sehingga kait-mengait secara masuk akal.[6]

C.    Unsur Intrinsik
Selanjutnya kita akan membahas unsur intrinsik pada cerpen “Clara” yang meliputi : Tema, alur, latar, sudut pandang, penokohan, gaya bahasa, dan amanat.
1.      Tema
Cerpen yang dikarang oleh Seno Gumira Ajidarma ini mengangkat tema permasalahan diskriminasi etnis yang pernah terjadi di Indonesia. Dimana warga keturunan Cina diceritakan mengalami penyiksaan oleh warga pribumi. Banyak orang keturunan Cina yang dibunuh, diperkosa, dan beragam penyiksaan lain yang dilakukan orang pribumi hanya karena mereka adalah keturunan Cina.
Setelah berhenti, saya lihat ada sekitar 25 orang. Semuanya laki-laki. ”Buka jendela,” kata seseorang. Saya buka jendela. ”Cina!” ”Cina!” Mereka berteriak seperti menemukan intan berlian. Belum sempat berpikir, kaca depan BMW itu sudah hancur karena gebukan. Aduh, benarkah sebegitu bencinya orang-orang ini kepada Cina? Saya memang keturunan Cina, tapi apa salah saya dengan lahir sebagai Cina? ”Saya orang Indonesia,” kata saya dengan gemetar. Braakk! Kap mobil digebuk. Seseorang menarik saya dengan kasar lewat jendela. Saya dilempar seperti karung dan terhempas di jalan tol.
2.      Alur
Cerpen ini menggunakan alur campuran. Karena tokoh utama (Clara) menceritakan kembali kejadian yang dialaminya kepada tokoh “aku”.
“Dia bercerita dengan bahasa ang tidak mungkin dimengerti. Bukan karena bahasa Indonesianya kurang bagus, karena bahasa itu sangat dikuasainya, tapi karena apa yang dialami dan dirasakannya seolah-olah tidak terkalimatkan. Wajahnya yang cantik sarat dengan luka batin yang tak terbayangkan. Aku hampir-hampir terharu bahkan sebelum dia bercerita. Tidak pernah bisa ku bayangkan bahwa manusia bisa mengalami beban penderitaan seberat itu justru karena dia lahir sebagai manusia. Ceritanya terpatah-patah. Kalimatnya tidak nyambung.”
“Periksa! Masih perawan atau tidak dia!” Tangan saya secara reflex bergerak memegang rok span saya, tapi tanga saya tidak bisa bergerak. Ternyata sudah ada dua orang yang masng-masing memegagi tangan kanan dan tangan kiri saya. Terasa rok saya ditarik. Saya menyepak-nyepak. Lagi-lagi dua pasang tangan menangkap kedua kaki saya. “Aaaaahhh! Tolongngng!” Saya menjerit. Mulut saya dibungkam telapak kaki berdaki. Wajah orang yang menginjak mulut saya itu nampak dingin sekali. Berpuluh-puluh tangan menggerayangi dan meremas-remas tubuh saya”
3.      Latar
Latar yang digunakan dalam cerpen ini terdiri dari tiga latar, yaitu latar tempat, latar waktu dan latar suasana.
a.       Latar tempat : di jalan tol dan di kantor polisi
1.      Di jalan tol
            “ Saya tancap gas. BMW melaju seperti terbang. Dikiri jalan terlihat api menerangi malam. Jalan tol itu sepi, BMW terbang sampai 120 kilometer per jam. Hanya dalam sepuluh menit saya akan segera tiba dirumah. Tapi, di ujung itu saya melihat segerombolan orang. Sukar sekali menghentikan mobil. Apakah saya harus menbraknya? Pejalan kaki tidak dibenarkan berdiri di tengah jalan tol, tapi saya tidak ingin menabraknya….”
2.      Di kantor polisi
“Dia menangis lagi. Tanpa air mata. Kemudian pingsan. Kudiamkan saja dia tergeletak dikursi. Ia hanya mengenakan kain. Seorang Ibu tua yang rumahnya berada di kampung di tepi jalan tol telah menolongnya. “Dia terkapar telanjang ditepi jalan,” kata ibu tua itu. Aku sudah melaporkan soal ini kepada pimpinanku. Lewat telepon dia berteriak, “Satu lagi! Hari ini banyak sekali perkara beginian. Tahan dia d isitu. Jangan sampai ada yang tahu. Terutama jangan sampai ketahuan wartawan dan LSM!” Pesuruh kantor membaukan PPO ke hidungnya. Matanya melek kembali.”
b.      Latar waktu: malam hari
“ Saya tancap gas. BMW melaju seperti terbang. Dikiri jalan terlihat api menerangi malam. Jalan tol itu sepi, BMW terbang sampai 120 kilometer per jam…”
“ …Waktu saya membuka mata saya, saya hanya melihat bintang-bintang. Ditengah semesta yang begini luas, siapa yang peduli kepada nasib saya? Saya masih terkapar di jalan tol. Angin malam yang basah tertiup membawa bau sangit…”
c.       Latar suasana
Banyak Sekali suasana yang di lukiskan dalam cerpen ini. Berikut akan di bahas mengenai suasana dalam cerpen ini.
1.      Api berkobar dimana-mana
“Api sudah berkobar dimana-mana ketika BMW saya melaju di jalan tol.”
2.      Tegang
      “Dia bilang kompleks perumahan sudah dikepung, rumah-rumah tetangga sudah dijarah dan dibakar. Papa, Mama, Monica, dan Shinta, adik-adikku, terjebak di dalam rumah dan tidak bisa kemana-mana.”
3.      Sepi
“ Jalan tol itu sepi, BMW terbang sampai 120 kilometer per jam. Hanya dalam sepuluh menit saya akan segera tiba di rumah.”
4.      Ketakutan
“ ‘Saya orang Indonesia,’ kata saya dengan gemetar.”
5.      Sedih
“ Wanita itu menangis. Mestinya aku terharu. Mestinya. Setidaknya aku bisa terharu kalau membaca roman picisan yag dijual di pinggir jalan.”
6.      Angin malam yang basah
” Angin malam yang basah bertiup membawa bau sangit. Saya menengok dan melihat BMW saya sudah terbakar.”
7.      Mengharukan
“ Luka hati saya, apakah harus saya bawa sampai mati? Siapakah kiranya yang akan membela kami? Benarkah kami dilahirkan hanya untk dibenci?”
8.      Duka
“ Tabahkalah hatimu Clara. Kedua adikmu, Monica dan Shinta, telah dilempar ke dalam api setelah diperkosa. Mama juga diperkosa, lantas bunuh diri, melompat dari lantai empat.”

9.      Kemarahan
      “ Di matanya kemarahan terpancar sekejap. Bahwa dia punya nyali untuk bercerita, memang menunjukkan dia wanita yang tegar.”

4.      Penokohan
Dalam cerpen ini terdapat beberapa tokoh. Berikut akan dijelaskan penokohan dari masing-masing tokoh tersebut.
a.       Aku
Tokoh aku dalam cerpen seolah memiliki kekuasaan penuh atas setiap kasus yang dilaporkan ke kepolisian tempat ia bekerja. Ia adalah orang yang kritis, setiap detil kasus harus ia ketahui, dan itu pasti ditanyakannya jika perlu. Dikatakannya bahwa ia dapat memutarbalikkan fakta yang ada dari sebuah kasus.
”Maka cerita yang akan kau dengar ini bukanlah kalimatnya melainkan kalimatku. Sudah bertahun-tahun aku bertugas sebagai pembuat laporan dan hampir semua laporan itu tidak pernah sama dengan kenyataan. Aku sudah menjadi sangat ahli menyulap kenyataan yang pahit menjadi menyenangkan, dan sebaliknya perbuatan yang sebetulnya patriotik menjadi subversif. Pokoknya selalu di sesuaikan dengan kebutuhan.”
Sebagai orang yang berwenang dalam setiap kronologis laporan sebuah kasus, ia haruslah orang yang jujur walaupun mempunyai kesempatan untuk berbuat munafik. Namun, diakhir cerita kita tidak tahu persis apa yang diperbuat tokoh aku pada Clara.
“Tentu saja tentang yang satu ini tidak perlu ku laporka kepada pimpinan. Hanya kepadamu aku bisa bercerita denga jujur, tapi dengan catatan semua ini rahasia. Jadi, jangan bilang-bilang.”
b.      Clara
Tokoh Clara sebagai wanita keturunan Cina yang menetap di Indonesia sebagai Warga Negara Indonesia(WNI) dalam cerpen ini mengalami penyiksaan fisik yang membuat dia merasa sangat terhina.
”... Saya Cuma seorang wanita cina yang lahir dijakarta dan sejak kecil tenggelam dalam urusan dagang. Saya bukan ahli bahasa, bukan pula penyair. Saya tidak tahu apakah didalam kamus besar Bahasa Indonesia ada kata yang bisa mengungkapkan rasa sakit, rasa terhina, rasa pahit, dan rasa terlecehkan yang dialami seorang wanita yang diperkosa bergiliran oleh banyak orang karena dia seorang wanita Cina.”
Sebagai seorang pengusaha sukses yang tinggal di ibukota, Clara adalah sosok yang ulet, disiplin, dan cerdas. Ia akan tahu apa yang harus dilakukan dalam saat-saat yang tidak menguntungkan.
” Saya memang sering ke luar negeri belakangan ini. Pontang-panting mengurusi perusahaan Papa yang nyaris bangkrut karena utangnya dalam dolar tiba-tiba jadi bengkak. Saya ngotot untuk tidak mem-PHK para buruh. Selahin kasihan, itu juga hanya akan menimbulkan kerusuhan.”
Clara juga merupakan seorang wanita yang tegar. Tokoh lain yang menjabarkan tokoh Clara sebagai wanita yang tegar.
”Dimatanya kemarahan terpancar sekejap. Bahwa dia punya nyali untuk bercerita, memang menunjukkan dia wanita yang tegar.”
c.       Mama dan Ayah Clara
Tokoh mama dan ayah dalam cerpen ini merupakan sosok yang cinta keluarga. Hanya diketahui lewat percakapan telepon. Dengan sangat cemas, mereka memberitahu bahwa keadaan di luar sudah membahayakan. Tindakan mereka mungkin sudah tepat dengan harapan bahwa Clara akan mencari bantuan. Itu berarti bahwa mereka sudah melakukan penyelamatan dengan memberi tahu keadaan membahayakan tersebut pada anggota keluarganya yang lain yaitu Clara. Tapi ayahnya menjadi sangat terpukul ketika melihat dua anaknya yang lain, adik Clara yaitu Monica dan Sinta tewas dibakar massa. Nyawa mamanya pun juga tak tertolong.
d.      Pimpinan
Tokoh yang disebut sebagai pimpinan dalam cerpen ini adalah sosok yang tidak bertanggung jawab yag hanya mementingkan diri sendiri.
” ...Satu lagi! Hari ini banyak sekali perkara beginian. Tahan dia disitu. Jangan sampai ada yang tahu. Terutama jangan sampai ketahuan wartawan dan LSM!”

e.       25 Laki-laki
Orang-orang yang mencegat Clara di jalan raya, dan sekaligus menganiaya Clara tidak diketahui persis nama mereka satu per satu. Namun mereka semua termasuk juga biang rusuh di tempat lainnya adalah manusia yang berakal pendek. Mudah diprovokasi. Perilaku sangat brutal yang dilakukan manusia yang diciptakan memiliki hati nurani.
”... Braakk! Kap mobil digebuk. Seseorang menarik saya dengan kasar lewat jendela. Saya dilempar seperti karung dan terhempas di jalan tol.”
”...Saya melihat seseorang melongok ke dalam mobil. Membuka-buka laci dashboard, lantas mengambil tas saya. Isinya ditumpahkan ke jalan. Berjatuhanlah dompek, bedak, cermin, sikat alis, sikat bulu mata, lipstik, HP, dan bekas tiket bioskop yang saya pakai nonton bersama pacar saya kemarin. Dompetnya segera diambil, uangnya langsung dibagi-bagi setengah rebutan. Sejuta rupiah uang cash amblas dalam sekejap..”
f.       Ibu Tua
Tokoh ibu tua dalam cerpen ini adalah salah seorang warga yang masih memiliki hati nurani. Tidak seperti warga-warga lainnya yang membenci Cina.  Buktinya ia rela menolong Clara saat ia menemukan Clara yang menjadi korban pemerkosaan warga.
”...Ia haya mengenakan kain. Seorang ibu tua yang rumahnya berada di kampung di tepi jalan tol telah menolongnya...”
Ia pun murah hati dengan sikapnya yang meminta maaf atas kesalahan warga kepada Clara.
”Saya tidak bisa bergerak sampai seorang ibu tua datang terbungkuk-bungkuk. Dia segera menutupi tubuh saya dengan kain. ’Maafkan anak-anak kami,’ katanya..”
g.      Monica dan Sinta
Kedua adik Clara, Monica dan Sinta, tidak diketahui banyak karena mereka telah tewas dibakar oleh massa yang mengamuk.


5.      Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen ini yaitu menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku sampingan serba tahu. Karena tokoh “aku” dalam cerita ini menceritakan kembali kejadian yang dialami Clara namun posisinya dalam cerita tidak sebagai pelaku utama. Dan tokoh “aku” didalam cerpen ini terlibat sebagai pembuat laporan.
Dia bercerita dengan bahasa yang tidak mungkin dimengerti. Bukan karena bahasa Indonesianya kurang bagus, karena bahasa itu sangat dikuasainya, tapi karena apa yang dialami dan dirasakannya seolah- olah tidak terkalimatkan. Wajahnya yang cantik sarat dengan luka batin yang tak terbayangkan. Aku hampir-hampir terharu bahkan sebelum dia bercerita. Tidak pernah bisa kubayangkan bahwa manusia bisa mengalami beban penderitaan seberat itu justru karena dia lahir sebagai manusia. Ceritanya terpatah-patah. Kalimatnya tidak nyambung.”
Maka cerita yang akan kau dengar ini bukanlah kalimatnya melainkan kalimatku. Sudah bertahun-tahun aku bertugas sebagai pembuat laporan dan hampir semua laporan itu tidak pernah sama dengan kenyataan. Aku sudah menjadi sangat ahli menyulap kenyataan yang pahit menjadi menyenangkan, dan sebaliknya perbuatan yang sebetulnya patriotik menjadi subversif — pokoknya selalu disesuaikan dengan kebutuhan.”
Dari kutipan tersebut sudah terlihat jelas bahwa pelaku utama adalah Clara. Sedangkan tokoh “aku” hanyalah pelaku sampingan serba tahu yang terlibat sebagai pembuat laporan di dalam cerpen ini. Tokoh “aku” lah yang menceritakan kembali semua kejadian-kejadian di dalam cerita.

6.      Gaya Bahasa
      Gaya bahasa adalah pemakaian yang bergaya sehingga apa yang diungkapkan tepat mewakili perasaan dan pikiran dan dapat menimbulkan kesan, imaji, dan indah didengar oleh pendengar atau dibaca oleh pembaca.[7]
      Di dalam cerpen Clara, ada beberapa majas yang digunakan oleh Seno Gumira Ajidarma. Berikut akan penulis jelaskan.
1.      Majas Retorik
      Yaitu gaya bahasa penegasan dengan menggunakan kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban karena jawabannya sudah diketahui[8] . Majas retorik termasuk ke dalam jenis majas penegasan.
Contoh dalam cerpen Clara:
            “…Aduh, benarkah sebegitu bencinya orang-orang ini kepada Cina? Saya memang keturunan Cina, tapi apa salah saya dengan lahir sebagai Cina?”
      “…Luka hati saya, apakah harus saya bawa sampai mati? Siapakah kiranya yang akan membela kami? Benarkah kami dilahirkan hanya untuk dibenci?”
2.      Majas Personifikasi
      Yaitu majas yang membandingkan benda dengan perilaku manusia (penginsanan)[9]. Majas personifikasi termasuk ke dalam jenis majas perbandingan.
Contoh dalam cerpen Clara:
            “Kata-kata bertebaran tak terangkai sehingga aku harus menyambung-nyambungnya sendiri”
            “…Mulut saya dibungkam telapak kaki berdaki. Wajah orang yang menginjak mulut saya itu nampak dingin sekali…”
3.      Majas Asosiasi
      Yaitu perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berbeda, tetapi sengaja dianggap sama. Majas ini ditandai oleh penggunaan kata bagai, bagaikan, seumpama, seperti, dan laksana[10] . Majas ini termasuk ke dalam jenis majas perbandingan.
Contoh dalam cerpen Clara:
            “Tapi kenapa saya harus lari sekarang, sementara keluarga saya terjebak seperti tikus dirumahnya sendiri?”
            “…Saya dilempar seperti karung dan terhempas dijalan tol”
4.      Majas Repetisi
            Yaitu majas perulangan kata-kata sebagai penegasan. Majas ini termasuk ke dalam jenis majas penegasan.
Contoh dalam cerpen Clara:
            “…Jangan terlalu cepat percaya kepada perasaan. Perasaan bisa menipu. Perasaan itu subjektif…”
            “…Sedangkan aku bukan subjek disini. Aku cuma alat. Aku cuma robot…”

7.      Amanat
Dalam cerpen Clara, Seno Gumira Ajidarma mempunyai pesan-pesan yang ingin disampaikan kepada pembacanya. Penulis menyimpulkan beberapa amanat yang terkandung didalam cerpen ini. Diantaranya:
ü  Jangan terlalu mudah percaya dengan orang lain, apalagi dengan orang yang baru dikenal.
ü  Siapapun dan dimanapun, harusnya memiliki kejujuran. Tidak pandang bulu. Apapun pekerjaannya, bertindaklah jujur sebagai seorang manusia. Jangan suka memalsukan fakta yang ada.
ü  Kita harus saling menghargai perbedaan yang ada disekitar kita. Semua manusia sama. Tidak ada yang pantas untuk dibeda-bedakan antara keturunan Indonesia maupun keturunan Cina, ataupun yang lainnya.
ü  Tetaplah menjadi orang yang tegar. Jangan mau kalah karena penderitaan. Walaupun kejujuran kita tidak didengarkan oleh orang lain, pada akhirnya kejujuran itu akan terbukti dengan sendirinya. Kebaikan akan selalu menang.


[1] www.sarjanaku.com , diunduh tanggal 13 November 2012 pukul 21:22
[2] http://nepastasocialcomunit.blogspot.com, diunduh tanggal 29 November  2012 pukul 18:58
[3] www.unsilster.com, diunduh tanggal 13 November 2012 pukul 21:35
[4] Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1993) hlm.110
[5] Atar Semi, Metode Penelitian Sastra, ( Bandung:Angkasa, 1993) hlm. 67
[6] Partini Sardjono Pradotokusumo, Pengkajian Sastra, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2005) hlm.66

[7] Lutfi Ariyanto, S.Pd, Bedah  Tuntas Kisi-Kisi Soal Ujian Nasional Bahasa Indonesia SMA/MA 2012, (Yogyakarta:PT. Buku Kita, 2012), hlm. 23
[8] Drs. Suhardi, M. A, Kamus Istilah Bahasa dan Sastra Indonesia, (Banten : Yayasan Pendidikan
Islam Nurul Falah, 2005), hlm. 198
[9] UGAMA, Bahasa Indonesia, (Yogyakarta : UGAMA, 2010), hlm. 48
[10] Galuh, Bahasa Indonesia, (Jakarta : MEDIATAMA, 2011), hlm. 29

1 komentar:

  1. All sites that accept American players
    This is why many casinos online have no American players, as you do not 카지노사이트 need to legally bet on American football matches. · LiveScore 3 answers  ·  Top answer: “Well, in the US, it is illegal to bet on American football matches. · LiveScore.com casinosites accepts American football matches!

    BalasHapus