Telaah
Cerpen “CLARA”
Karya Seno Gumira Ajidarma
Menggunakan
Pendekatan Objektif
A.
Pengertian Cerpen
Cerpen adalah karangan pendek yang
berbentuk prosa. Dalam cerpen dipisahkan sepenggal kehidupan tokoh, yang penuh
pertikaian, peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan, dan mengandung kesan
yang tidak mudah dilupakan.[1]
Menurut kamus, cerita pendek
adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan
langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang,
seperti novelia (dalam pengertian modern) dan novel. Karena singkatnya,
cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra seperti
tokoh, plot, tema, bahasa dan insight secara lebih luas dibandingkan dengan
fiksi yang lebih panjang. Ceritanya bisa dalam berbagai jenis.[2]
Cerita
pendek apabila diuraikan menurut kata yang membentuknya berdasarkan Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut : cerita artinya tuturan yang
membentang bagaimana terjadinya suatu hal, sedangkan pendek berarti kisah
pendek ( kurang dari 10.000 kata ) yang memberikan kesan tunggal
yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam situasi atau suatu
ketika.
Menurut
Susanto, cerita
pendek adalah cerita yang panjangnya sekitar 5000 kata atau kira-kira 17
halaman kuarto spasi rangkap yang terpusat dan lengkap pada dirinya sendiri. Sementara itu, Sumardjo dan Saini
mengatakan bahwa cerita pendek adalah cerita atau parasi ( bukan analisis argumentatif ) yang fiktif ( tidak benar-benar terjadi tetapi
dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, serta relatif pendek ).[3]
Dari
beberapa pendapat di atas pemakalah
simpulkan bahwa yang dimaksud dengan cerita pendek adalah karangan nasihat yang
bersifat fiktif yang menceritakan suatu peristiwa dalam kehidupan pelakunya
relatif singkat tetapi padat.
B.
Pendekatan Objektif
Pendekatan
adalah cara kita memandang sesuatu (karya sastra). Pendekatan dilakukan untuk
menjabarkan pengaruh masyarakat terhadap sastra dan kedudukan sastra dalam
masyarakat.[4]
Sedangkan pendekatan objektif adalah pendekatan yang memberi perhatian penuh
pada karya sastra sebagai struktur yang otonom, karena itu tulisan ini
mengarah pada analisis karya sastra secara strukturalisme. Sehingga pendekatan
strukturalisme di namakan juga pendekatan objektif, menyebutkan bahwa
pendekatan struktural dinamakan juga pendekatan objektif, pendekatan formal,
atau pendekatan analitik. Strukturalisme berpandangan bahwa untuk menanggapi
karya sastra secara objektif haruslah berdasarkan pemahaman terhadap teks karya
sastra itu sendiri.[5]
Proses menganalisis diarahkan pada pemahaman terhadap bagian-bagian karya
sastra dalam menyangga keseluruhan, dan sebaliknya bahwa keseluruhan itu
sendiri dari bagian-bagian. Oleh karena itu, untuk memahami maknanya,
karya sastra harus dianalisis berdasarkan strukturnya sendiri, lepas dari latar
belakang sejarah, lepas dari diri dan niat penulis, dan lepas pula dari efeknya
pada pembaca. Mengacu istilah Teeuw, jadi yang penting hanya close reading,
yaitu cara membaca yang bertitik tolak dari pendapat bahwa setiap bagian teks
harus menduduki tempat di dalam seluruh struktur sehingga kait-mengait secara
masuk akal.[6]
C. Unsur
Intrinsik
Selanjutnya kita akan
membahas unsur intrinsik pada cerpen “Clara” yang meliputi : Tema, alur, latar,
sudut pandang, penokohan, gaya bahasa, dan amanat.
1.
Tema
Cerpen
yang dikarang oleh Seno Gumira Ajidarma ini mengangkat tema permasalahan
diskriminasi etnis yang pernah terjadi di Indonesia. Dimana warga keturunan
Cina diceritakan mengalami penyiksaan oleh warga pribumi. Banyak orang
keturunan Cina yang dibunuh, diperkosa, dan beragam penyiksaan lain yang dilakukan
orang pribumi hanya karena mereka adalah keturunan Cina.
“Setelah berhenti, saya lihat ada
sekitar 25 orang. Semuanya laki-laki. ”Buka
jendela,” kata seseorang. Saya
buka jendela. ”Cina!”
”Cina!” Mereka berteriak seperti menemukan intan berlian. Belum sempat berpikir, kaca depan
BMW itu sudah hancur karena gebukan. Aduh,
benarkah sebegitu bencinya orang-orang ini kepada Cina? Saya memang keturunan Cina, tapi apa salah saya
dengan lahir sebagai Cina? ”Saya
orang Indonesia,” kata saya dengan gemetar. Braakk!
Kap mobil digebuk. Seseorang menarik saya dengan kasar lewat jendela. Saya dilempar seperti karung dan
terhempas di jalan tol.”
2.
Alur
Cerpen ini menggunakan alur
campuran. Karena tokoh utama (Clara) menceritakan kembali kejadian yang
dialaminya kepada tokoh “aku”.
“Dia bercerita dengan bahasa ang tidak mungkin dimengerti. Bukan karena
bahasa Indonesianya kurang bagus, karena bahasa itu sangat dikuasainya, tapi
karena apa yang dialami dan dirasakannya seolah-olah tidak terkalimatkan.
Wajahnya yang cantik sarat dengan luka batin yang tak terbayangkan. Aku
hampir-hampir terharu bahkan sebelum dia bercerita. Tidak pernah bisa ku
bayangkan bahwa manusia bisa mengalami beban penderitaan seberat itu justru
karena dia lahir sebagai manusia. Ceritanya terpatah-patah. Kalimatnya tidak
nyambung.”
“Periksa! Masih perawan atau tidak dia!” Tangan saya secara reflex
bergerak memegang rok span saya, tapi tanga saya tidak bisa bergerak. Ternyata
sudah ada dua orang yang masng-masing memegagi tangan kanan dan tangan kiri
saya. Terasa rok saya ditarik. Saya menyepak-nyepak. Lagi-lagi dua pasang
tangan menangkap kedua kaki saya. “Aaaaahhh! Tolongngng!” Saya menjerit. Mulut
saya dibungkam telapak kaki berdaki. Wajah orang yang menginjak mulut saya itu
nampak dingin sekali. Berpuluh-puluh tangan menggerayangi dan meremas-remas
tubuh saya”
3.
Latar
Latar yang
digunakan dalam cerpen ini terdiri dari tiga latar, yaitu latar tempat, latar
waktu dan latar suasana.
a.
Latar
tempat : di jalan tol dan di kantor polisi
1.
Di
jalan tol
“
Saya tancap gas. BMW melaju seperti terbang. Dikiri jalan terlihat api
menerangi malam. Jalan tol itu sepi, BMW terbang sampai 120 kilometer per jam.
Hanya dalam sepuluh menit saya akan segera tiba dirumah. Tapi, di ujung itu
saya melihat segerombolan orang. Sukar sekali menghentikan mobil. Apakah saya
harus menbraknya? Pejalan kaki tidak dibenarkan berdiri di tengah jalan tol,
tapi saya tidak ingin menabraknya….”
2.
Di
kantor polisi
“Dia menangis lagi. Tanpa air mata. Kemudian pingsan.
Kudiamkan saja dia tergeletak dikursi. Ia hanya mengenakan kain. Seorang Ibu
tua yang rumahnya berada di kampung di tepi jalan tol telah menolongnya. “Dia
terkapar telanjang ditepi jalan,” kata ibu tua itu. Aku sudah melaporkan soal
ini kepada pimpinanku. Lewat telepon dia berteriak, “Satu lagi! Hari ini banyak
sekali perkara beginian. Tahan dia d isitu. Jangan sampai ada yang tahu.
Terutama jangan sampai ketahuan wartawan dan LSM!” Pesuruh kantor membaukan PPO
ke hidungnya. Matanya melek kembali.”
b.
Latar
waktu: malam hari
“ Saya tancap gas. BMW melaju seperti terbang. Dikiri
jalan terlihat api menerangi malam. Jalan tol itu sepi, BMW terbang sampai 120
kilometer per jam…”
“ …Waktu saya membuka mata saya, saya hanya melihat
bintang-bintang. Ditengah semesta yang begini luas, siapa yang peduli kepada
nasib saya? Saya masih terkapar di jalan tol. Angin malam yang basah tertiup
membawa bau sangit…”
c.
Latar
suasana
Banyak
Sekali suasana yang di lukiskan dalam cerpen ini. Berikut akan di bahas
mengenai suasana dalam cerpen ini.
1.
Api
berkobar dimana-mana
“Api sudah berkobar dimana-mana ketika BMW saya melaju
di jalan tol.”
2.
Tegang
“Dia bilang
kompleks perumahan sudah dikepung, rumah-rumah tetangga sudah dijarah dan
dibakar. Papa, Mama, Monica, dan Shinta, adik-adikku, terjebak di dalam rumah
dan tidak bisa kemana-mana.”
3.
Sepi
“ Jalan tol itu sepi, BMW terbang sampai 120 kilometer
per jam. Hanya dalam sepuluh menit saya akan segera tiba di rumah.”
4.
Ketakutan
“ ‘Saya orang Indonesia,’ kata saya dengan gemetar.”
5.
Sedih
“ Wanita itu menangis. Mestinya aku terharu. Mestinya.
Setidaknya aku bisa terharu kalau membaca roman picisan yag dijual di pinggir
jalan.”
6.
Angin
malam yang basah
” Angin malam yang basah bertiup membawa bau sangit.
Saya menengok dan melihat BMW saya sudah terbakar.”
7.
Mengharukan
“ Luka hati saya, apakah harus saya bawa sampai mati?
Siapakah kiranya yang akan membela kami? Benarkah kami dilahirkan hanya untk
dibenci?”
8.
Duka
“ Tabahkalah hatimu Clara. Kedua adikmu, Monica dan
Shinta, telah dilempar ke dalam api setelah diperkosa. Mama juga diperkosa,
lantas bunuh diri, melompat dari lantai empat.”
9.
Kemarahan
“ Di
matanya kemarahan terpancar sekejap. Bahwa dia punya nyali untuk bercerita,
memang menunjukkan dia wanita yang tegar.”
4.
Penokohan
Dalam cerpen ini
terdapat beberapa tokoh. Berikut akan dijelaskan penokohan dari masing-masing
tokoh tersebut.
a.
Aku
Tokoh aku dalam
cerpen seolah memiliki kekuasaan penuh atas setiap kasus yang dilaporkan ke
kepolisian tempat ia bekerja. Ia adalah orang yang kritis, setiap detil kasus
harus ia ketahui, dan itu pasti ditanyakannya jika perlu. Dikatakannya bahwa ia dapat memutarbalikkan
fakta yang ada dari sebuah kasus.
”Maka cerita yang akan kau dengar ini bukanlah kalimatnya
melainkan kalimatku. Sudah bertahun-tahun aku bertugas sebagai pembuat laporan
dan hampir semua laporan itu tidak pernah sama dengan kenyataan. Aku sudah
menjadi sangat ahli menyulap kenyataan yang pahit menjadi menyenangkan, dan
sebaliknya perbuatan yang sebetulnya patriotik menjadi subversif. Pokoknya
selalu di sesuaikan dengan kebutuhan.”
Sebagai orang yang berwenang dalam setiap kronologis
laporan sebuah kasus, ia haruslah orang yang jujur walaupun mempunyai
kesempatan untuk berbuat munafik. Namun, diakhir cerita kita tidak tahu persis
apa yang diperbuat tokoh aku pada Clara.
“Tentu saja tentang yang satu ini tidak perlu ku
laporka kepada pimpinan. Hanya kepadamu aku bisa bercerita denga jujur, tapi
dengan catatan semua ini rahasia. Jadi, jangan bilang-bilang.”
b.
Clara
Tokoh Clara sebagai
wanita keturunan Cina yang menetap di Indonesia sebagai Warga Negara
Indonesia(WNI) dalam cerpen ini mengalami penyiksaan fisik yang membuat dia
merasa sangat terhina.
”... Saya Cuma seorang wanita cina yang lahir dijakarta
dan sejak kecil tenggelam dalam urusan dagang. Saya bukan ahli bahasa, bukan
pula penyair. Saya tidak tahu apakah didalam kamus besar Bahasa Indonesia ada
kata yang bisa mengungkapkan rasa sakit, rasa terhina, rasa pahit, dan rasa
terlecehkan yang dialami seorang wanita yang diperkosa bergiliran oleh banyak
orang karena dia seorang wanita Cina.”
Sebagai seorang
pengusaha sukses yang tinggal di ibukota, Clara adalah sosok yang ulet,
disiplin, dan cerdas. Ia akan tahu apa yang harus dilakukan dalam saat-saat
yang tidak menguntungkan.
” Saya memang sering ke luar negeri belakangan ini.
Pontang-panting mengurusi perusahaan Papa yang nyaris bangkrut karena utangnya
dalam dolar tiba-tiba jadi bengkak. Saya ngotot untuk tidak mem-PHK para buruh.
Selahin kasihan, itu juga hanya akan menimbulkan kerusuhan.”
Clara juga
merupakan seorang wanita yang tegar. Tokoh lain yang menjabarkan tokoh Clara
sebagai wanita yang tegar.
”Dimatanya kemarahan terpancar sekejap. Bahwa dia punya
nyali untuk bercerita, memang menunjukkan dia wanita yang tegar.”
c.
Mama
dan Ayah Clara
Tokoh mama dan
ayah dalam cerpen ini merupakan sosok yang cinta keluarga. Hanya diketahui lewat percakapan telepon. Dengan sangat
cemas, mereka memberitahu bahwa keadaan di luar sudah membahayakan. Tindakan
mereka mungkin sudah tepat dengan harapan bahwa Clara akan mencari bantuan. Itu
berarti bahwa mereka sudah melakukan penyelamatan dengan memberi tahu keadaan
membahayakan tersebut pada anggota keluarganya yang lain yaitu Clara. Tapi
ayahnya menjadi sangat terpukul ketika melihat dua anaknya yang lain, adik
Clara yaitu Monica dan Sinta tewas dibakar massa. Nyawa mamanya pun juga tak
tertolong.
d.
Pimpinan
Tokoh yang disebut
sebagai pimpinan dalam cerpen ini adalah sosok yang tidak bertanggung jawab yag
hanya mementingkan diri sendiri.
” ...Satu lagi! Hari ini banyak sekali perkara beginian.
Tahan dia disitu. Jangan sampai ada yang tahu. Terutama jangan sampai ketahuan
wartawan dan LSM!”
e.
25
Laki-laki
Orang-orang yang
mencegat Clara di jalan raya, dan sekaligus menganiaya Clara tidak diketahui
persis nama mereka satu per satu. Namun mereka semua termasuk juga biang rusuh
di tempat lainnya adalah manusia yang berakal pendek. Mudah diprovokasi.
Perilaku sangat brutal yang dilakukan manusia yang diciptakan memiliki hati
nurani.
”... Braakk! Kap mobil digebuk. Seseorang menarik saya
dengan kasar lewat jendela. Saya dilempar seperti karung dan terhempas di jalan
tol.”
”...Saya melihat seseorang melongok ke dalam mobil.
Membuka-buka laci dashboard, lantas mengambil tas saya. Isinya ditumpahkan ke
jalan. Berjatuhanlah dompek, bedak, cermin, sikat alis, sikat bulu mata,
lipstik, HP, dan bekas tiket bioskop yang saya pakai nonton bersama pacar saya
kemarin. Dompetnya segera diambil, uangnya langsung dibagi-bagi setengah
rebutan. Sejuta rupiah uang cash amblas dalam sekejap..”
f.
Ibu
Tua
Tokoh ibu tua dalam
cerpen ini adalah salah seorang warga yang masih memiliki hati nurani. Tidak
seperti warga-warga lainnya yang membenci Cina.
Buktinya ia rela menolong Clara saat ia menemukan Clara yang menjadi
korban pemerkosaan warga.
”...Ia haya mengenakan kain. Seorang ibu tua yang
rumahnya berada di kampung di tepi jalan tol telah menolongnya...”
Ia pun murah hati
dengan sikapnya yang meminta maaf atas kesalahan warga kepada Clara.
”Saya tidak bisa bergerak sampai seorang ibu tua datang
terbungkuk-bungkuk. Dia segera menutupi tubuh saya dengan kain. ’Maafkan
anak-anak kami,’ katanya..”
g.
Monica
dan Sinta
Kedua adik Clara,
Monica dan Sinta, tidak diketahui banyak karena mereka telah tewas dibakar oleh
massa yang mengamuk.
5.
Sudut
Pandang
Sudut
pandang yang digunakan dalam cerpen ini yaitu menggunakan sudut pandang orang
pertama sebagai pelaku sampingan serba tahu. Karena tokoh “aku” dalam cerita
ini menceritakan kembali kejadian yang dialami Clara namun posisinya dalam
cerita tidak sebagai pelaku utama. Dan tokoh “aku” didalam cerpen ini terlibat
sebagai pembuat laporan.
“Dia
bercerita dengan bahasa yang tidak mungkin dimengerti. Bukan karena bahasa
Indonesianya kurang bagus, karena bahasa itu sangat dikuasainya, tapi karena
apa yang dialami dan dirasakannya seolah- olah tidak terkalimatkan. Wajahnya
yang cantik sarat dengan luka batin yang tak terbayangkan. Aku hampir-hampir
terharu bahkan sebelum dia bercerita. Tidak pernah bisa kubayangkan bahwa manusia
bisa mengalami beban penderitaan seberat itu justru karena dia lahir sebagai
manusia. Ceritanya terpatah-patah. Kalimatnya tidak nyambung.”
“Maka
cerita yang akan kau dengar ini bukanlah kalimatnya melainkan kalimatku. Sudah
bertahun-tahun aku bertugas sebagai pembuat laporan dan hampir semua laporan
itu tidak pernah sama dengan kenyataan. Aku sudah menjadi sangat ahli menyulap
kenyataan yang pahit menjadi menyenangkan, dan sebaliknya perbuatan yang
sebetulnya patriotik menjadi subversif — pokoknya selalu disesuaikan dengan
kebutuhan.”
Dari
kutipan tersebut sudah terlihat jelas bahwa pelaku utama adalah Clara.
Sedangkan tokoh “aku” hanyalah pelaku sampingan serba tahu yang terlibat
sebagai pembuat laporan di dalam cerpen ini. Tokoh “aku” lah yang menceritakan
kembali semua kejadian-kejadian di dalam cerita.
6.
Gaya
Bahasa
Gaya bahasa adalah pemakaian yang bergaya
sehingga apa yang diungkapkan tepat mewakili perasaan dan pikiran dan dapat
menimbulkan kesan, imaji, dan indah didengar oleh pendengar atau dibaca oleh
pembaca.[7]
Di dalam cerpen Clara, ada beberapa majas
yang digunakan oleh Seno Gumira Ajidarma. Berikut akan penulis jelaskan.
1.
Majas
Retorik
Yaitu gaya bahasa penegasan dengan
menggunakan kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban karena jawabannya sudah
diketahui[8] . Majas
retorik termasuk ke dalam jenis majas penegasan.
Contoh dalam cerpen Clara:
“…Aduh, benarkah
sebegitu bencinya orang-orang ini kepada Cina? Saya memang keturunan Cina, tapi
apa salah saya dengan lahir sebagai Cina?”
“…Luka
hati saya, apakah harus saya bawa sampai mati? Siapakah kiranya yang akan
membela kami? Benarkah kami dilahirkan hanya untuk dibenci?”
2.
Majas
Personifikasi
Yaitu majas yang membandingkan benda
dengan perilaku manusia (penginsanan)[9].
Majas personifikasi termasuk ke dalam jenis majas perbandingan.
Contoh dalam cerpen Clara:
“Kata-kata
bertebaran tak terangkai sehingga aku harus menyambung-nyambungnya sendiri”
“…Mulut
saya dibungkam telapak kaki berdaki. Wajah orang yang menginjak mulut saya itu nampak
dingin sekali…”
3.
Majas
Asosiasi
Yaitu perbandingan dua hal yang pada
hakikatnya berbeda, tetapi sengaja dianggap sama. Majas ini ditandai oleh
penggunaan kata bagai, bagaikan, seumpama, seperti, dan laksana[10] .
Majas ini termasuk ke dalam jenis majas perbandingan.
Contoh dalam cerpen Clara:
“Tapi kenapa saya
harus lari sekarang, sementara keluarga saya terjebak seperti tikus dirumahnya
sendiri?”
“…Saya
dilempar seperti karung dan terhempas dijalan tol”
4.
Majas
Repetisi
Yaitu majas perulangan kata-kata sebagai penegasan. Majas
ini termasuk ke dalam jenis majas penegasan.
Contoh dalam cerpen Clara:
“…Jangan terlalu
cepat percaya kepada perasaan. Perasaan bisa menipu. Perasaan itu subjektif…”
“…Sedangkan
aku bukan subjek disini. Aku cuma alat. Aku cuma robot…”
7.
Amanat
Dalam cerpen Clara, Seno
Gumira Ajidarma mempunyai pesan-pesan yang ingin disampaikan kepada pembacanya.
Penulis menyimpulkan beberapa amanat yang terkandung didalam cerpen ini.
Diantaranya:
ü
Jangan
terlalu mudah percaya dengan orang lain, apalagi dengan orang yang baru
dikenal.
ü
Siapapun
dan dimanapun, harusnya memiliki kejujuran. Tidak pandang bulu. Apapun
pekerjaannya, bertindaklah jujur sebagai seorang manusia. Jangan suka
memalsukan fakta yang ada.
ü
Kita
harus saling menghargai perbedaan yang ada disekitar kita. Semua manusia sama.
Tidak ada yang pantas untuk dibeda-bedakan antara keturunan Indonesia maupun
keturunan Cina, ataupun yang lainnya.
ü
Tetaplah
menjadi orang yang tegar. Jangan mau kalah karena penderitaan. Walaupun
kejujuran kita tidak didengarkan oleh orang lain, pada akhirnya kejujuran itu
akan terbukti dengan sendirinya. Kebaikan akan selalu menang.
[4] Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1993)
hlm.110
[5] Atar Semi, Metode Penelitian Sastra, (
Bandung:Angkasa, 1993) hlm. 67
[6] Partini
Sardjono Pradotokusumo, Pengkajian Sastra, (Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama, 2005) hlm.66
[7] Lutfi Ariyanto, S.Pd,
Bedah
Tuntas Kisi-Kisi Soal Ujian Nasional Bahasa Indonesia SMA/MA 2012,
(Yogyakarta:PT. Buku Kita, 2012), hlm. 23
[8] Drs. Suhardi, M. A, Kamus Istilah Bahasa dan Sastra Indonesia, (Banten
: Yayasan Pendidikan
Islam Nurul Falah, 2005), hlm.
198
[9] UGAMA, Bahasa Indonesia, (Yogyakarta : UGAMA,
2010), hlm. 48
[10] Galuh, Bahasa Indonesia, (Jakarta : MEDIATAMA,
2011), hlm. 29
All sites that accept American players
BalasHapusThis is why many casinos online have no American players, as you do not 카지노사이트 need to legally bet on American football matches. · LiveScore 3 answers · Top answer: “Well, in the US, it is illegal to bet on American football matches. · LiveScore.com casinosites accepts American football matches!