Seiring
dengan kemajuan peradaban, rupanya pola pikir manusia pun terus berkembang. Ada
saja karya yang diciptakan secara berbeda sehingga menarik perhatian para
pembaca. Surat Untuk Nining karya
Cicilia ini pun tergolong menarik. Mengapa? Cicilia menggunakan surat sebagai
media untuk menjabarkan runtutan peristiwa yang terjadi di dalam cerpen itu.
Sebenarnya ini bukan yang pertama kali terjadi. Di New York ada seorang penulis
yang bernama Jamie Jams yang juga menggunakan kumpulan e-mail sebagai media untuk menceritakan novelnya yang berjudul
“Andrew and Joey”. Semua tokoh, karakter, latar, amanat, dan sebagainya
tergambar di dalam kumpulan e-mail
tersebut.
Surat
Untuk Nining menceritakan tentang kisah hidup Mirawati, seorang wanita yang
ingin mengubah nasibnya, ibunya, dan kedua adiknya dengan cara menjadi TKW di
luar negeri. Lewat surat yang ditulis Mira, Cicilia menjelaskan bagaimana
konflik yang terjadi diantara para tokoh-tokohnya. Dalam surat tersebut Cicilia
juga menggambarkan dengan sangat jelas bagaimana urutan kejadian yang dialami
para tokoh. Ini membuktikan bahwa Surat
Untuk Nining sangat menarik. Selain dikemas dengan surat, bahasa yang
digunakan Cicilia pun sangat mudah dipahami, sehingga tidak perlu susah-susah
menafsirkan cerpen ini.
Hal lain yang menarik ialah
bagaimana Cicilia bisa menjabarkan dengan jelas kehidupan para tokoh-tokohnya
hanya lewat selembar surat dari Mira. Tokoh utama yaitu Mira, yang sangat ingin
melanjutkan kuliahnya jika nanti sudah memiliki uang banyak dari hasil kerja yang
ia tekuni. Mira ingin sekali menjadi wanita karir karena ingin memiliki lebih
banyak uang direkening. Tokoh kedua yaitu Nining, adiknya yang paling besar.
Nining merupakan siswa lulusan SMP yang sedang ingin melanjutkan sekolahnya ke
jenjang SMA. Tokoh ketiga yaitu Ewis, adik Mira yang paling kecil. Ewis belum
sekolah karena memang ditunda dahulu, ibunya belum ada uang untuk membiayai
sekolah Ewis. Tokoh keempat yaitu Ibunya Mira, yang juga berprofesi sebagai
pembantu. Tokoh kelima yaitu Ayahnya Mira, dikatakan bahwa ayahnya Mira memiliki
istri lain yang bernama Juita. Tokoh selanjutnya yaitu Mama Flora dan Mami,
yang berprofesi sebagai penyalur TKW. Mira menyebutkan bahwa Mama dan Mami
sangat disegani olehnya dan kawan-kawannya di sana. Mereka menganggap Mama dan
Mami adalah sahabat. Meski kerap kali Mira ditampar, Mira tetap menerima
perlakuan tersebut demi uang. Tokoh terakhir tidak dijelaskan dengan detail
siapa orangnya, yang jelas pria tersebut merupakan seorang anak dari majikan
Mira. Ia kuliah di luar negeri dan Mira jatuh cinta padanya.
Begitulah kira-kira penjabaran tokoh
yang digambarkan oleh Cicilia di dalam surat Mira. Menurut analisa saya, cerpen
ini mengandung sindiran yang amat nyata bagi bangsa Indonesia. Di dalam cerpen
ini dikatakan bahwa kerja di negeri orang gajinya lebih banyak dibandingkan
kerja di negeri sendiri. Diibaratkan jika kerja di luar negeri, gajinya setara
dengan gaji para menteri. Kekayaan hanyalah milik mereka yang berkuasa.
Begitulah kira-kira yang ingin disampaikan Cicilia. Kehidupan sosial yang
digambarkan Cicilia dalam cerpen ini sangat sesuai dengan keadaan masyarakat
Indonesia zaman sekarang, dimana masyarakat Indonesia berbondong-bondong
mencari kesempatan kerja di luar negeri. Apapun itu pekerjaannya, yang penting
mereka mendapatkan banyak uang untuk bertahan hidup. Hal ini jelas merupakan
sindiran yang diselipkan oleh Cicilia untuk Indonesia. Surat Untuk Nining memang sangat menggambarkan kehidupan masyarakat
Indonesia yang telah dibutakan oleh uang, yang beranggapan secara tidak
langsung bahwa negeri sendiri sudah tidak menjamin kelangsungan hidup mereka
hingga mereka berlomba-lomba mencari peruntungan nasib di negeri orang.
Sebenarnya, yang menarik perhatian
adalah tokoh Mira. Cicilia sangat nyata mendeskripsikan kondisi moral perempuan
di Indonesia yang mudah terpedaya oleh uang. Runtuhnya harga diri Mira, ketika
ia telah memberikan tubuhnya untuk orang yang mempekerjakannya sebagai pembantu
hanya karena didasari cinta, hal demikian banyak dialami oleh
perempuan-perempuan yang menjadi budak orang-orang asing. Selain harga diri,
nyawa pun menjadi taruhan. Layaknya tokoh Mira yang di akhir cerita diketahui
telah tewas entah karena apa, itu pun kerap kali dialami oleh masyarakat
Indonesia yang menjadi kacung di negeri orang. Memiliki niat yang baik untuk
mengubah nasib hidup, pulang dalam keadaan tidak bernyawa. Penganiayaan,
pemerkosaan, bunuh diri, dan berbagai alasan lain menyebabkan mereka kehilangan
segalanya termasuk nyawa . Betapa Cicilia sangat menyindir mereka,
kacung-kacung yang tak berdosa itu, yang lumrah akan kasus-kasus kekerasan
fisik dan psikis.
Dapat kita lihat bahwa Cicilia
menggambarkan kehidupan pedesaan yang dialami tokoh Mira, Nining, Ewis, dan
Ibunya. Kehidupan yang sangat jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Itu sebabnya,
keluarga kecil tersebut tidak mengenal istilah rekening, bank, transfer, bahkan
menteri. Terlihat jelas, betapa lemahnya bangsa Indonesia, khususnya masyarakat
yang hidup di desa atau kampung, yang mudah tergiur oleh iming-iming uang. Jika
melihat realita sosial saat ini, memang terlihat bahwa biasanya yang mudah
terperangkap adalah masyarakat pedalaman yang buta akan kecanggihan teknologi. Cicilia
sangat pintar menyiratkan sindirian-sindirannya untuk Indonesia, sehingga
cerpen ini menjadi menarik untuk dibaca.
Terlepas dari makna cerpen itu sendiri,
mari kita lihat bagaimana sudut pandang yang digunakan oleh Cicilia. Surat Untuk Nining merupakan surat yang
ditulis Mira untuk Nining. Di dalam surat itu memang terlihat, bahwa yang
bercerita adalah Mira. Dapat disimpulkan bahwa Cicilia menggunakan sudut
pandang orang pertama pelaku utama. Mengapa? Karena memang Mira yang tahu
persis apa yang dialaminya, itu sebabnya Mira menjabarkan segala sesuatu yang ia alami dengan menggunakan kata ganti “Teteh”.
Penggunaan sudut pandang ini
terlihat unik. Di awal memang terlihat bahwa yang bercerita adalah Mira. Namun
di akhir cerita hadir tokoh Nining yang juga ikut menjadi pencerita dengan
menggunakan kata ganti “aku”. Lewat penceritaannya, Nining memberitahukan
kepada pembaca bahwa Mira telah tewas sebelum surat itu ditemukan dan dibaca
oleh Nining. Tentu jawabannya adalah Nining yang menceritakan segala yang
dialami Mira dengan menceritakan ulang surat dari Mira, karena bagaimana
mungkin Mira bisa bercerita langsung sedangkan dirinya telah tewas. Itu berarti
sudut pandang yang digunakan oleh Cicilia adalah orang pertama lagi. Memang
hanya satu sudut pandang yang digunakan, namun justru membuat bingung karena
ada dua pencerita yang menggunakannya.
Sudut pandang yang digunakan Cicilia
menimbulkan banyak penfsiran. Ada yang berpendapat bahwa yang bercerita adalah
Mira, ada pula yang berpendapat bahwa Nining yang bercerita karena memang di
akhir baru dapat terlihat bahwa Mira telah tewas. Jadi, sebenarnya masih
abu-abu tentang sudut pandang apa yang digunakan Cicilia dalam Surat
Untuk Nining. Baik Mira maupun Nining sama-sama menjadi menjadi tokoh
penting yang membangun cerita. Jika Mira tidak menuliskan surat untuk Nining,
keluarga tidak akan tahu apa yang sebenarnya dialami Mira. Meskipun Nining
membacakan surat tersebut di dalam hati, kehadiran Nining di akhir cerpen
memberitahukan kepada pembaca bahwa Mira tewas, seakan-akan hanya Nining yang
tahu persis pengalaman Mira, karena Ewis belum bisa membaca, sedangkan Ibunya
sedang dalam keadaan semaput (pingsan).
Lagi-lagi saya ingin mengatakan
bahwa cerpen ini sangat menarik, baik untuk dibaca maupun diteliti. Andai saja
cerpen ini disajikan lewat percakapan-percakapan para tokohnya atau seperti
cerpen-cerpen lain pada umumnya, tentunya cerpen ini akan semakin panjang
ceritanya. Semakin panjang cerpen disajikan, maka peluang terjadinya
kebosanan yang dialami pembaca akan
semakin besar. Hadirnya Surat Untuk
Nining yang menggunakan surat sebagai media pengungkap cerita membuat
cerpen ini menjadi sangat ringkas dan tentunya menimbulkan rasa penasaran dan
multitafsir bagi pembacanya. Inilah nilai plus untuk cerpen karya Cicilia, ia
mampu menyajikan bacaan yang unik,
menarik, dan sangat mudah dipahami.
Saat membaca bagian awal, saya tidak
pernah menyangka sebelumnya bahwa Mira akan tewas, karena memang saya berasumsi
bahwa Mira adalah pelaku utama, jadi ia akan terus muncul di dalam cerpen
hingga cerpen tersebut selesai. Namun setelah membaca bagian akhir, saya baru
dapat memahami bahwa Mira telah tewas sebelum surat itu sampai ke tangan
Nining. Untuk dapat memahaminya pun saya harus baca berulang kali di bagian
akhir, karena memang tidak dikatakan langsung oleh Cicilia ataupun oleh tokoh
di dalam cerpen bahwa Mira telah tewas.
Para
pembaca dipaksa untuk berpikir dan menebak sendiri maksud yang ingin
disampaikan oleh Cicilia di bagian akhir cerpen. Tertulis “...menyentuh tubuh jenazah..” dapat dipahami bahwa Nining, Ewis,
dan Ibu saat itu menyentuh jenazah Mira itu sebabnya petugas medis menegur
mereka. Lalu dikatakan lagi “....kami
bergeming di dalam ambulans...” dapat dipahami bahwa petugas medis membawa
jenazah Mira beserta Nining, Ewis, dan Ibunya menggunakan ambulans dari bandara
menuju rumah mereka. Dapat disimpulkan bahwa Mira telah tewas. Namun di dalam
cerpen tidak dijelaskan mengapa Mira tewas. Lagi-lagi cerpen ini menimbulkan
multitafsir, bisa jadi Mira tewas karena diperkosa oleh anak majikannya. Dapat dikatakan
pula Mira tewas karena disiksa oleh majikannya. Atau bisa dikatakan Mira tewas
karena bunuh diri. Masih banyak penafsiran lain yang mungkin menjadi alasan
mengapa Mira tewas.
Bukan
karya sastra namanya jika tidak menimbulkan multitafsir. Sesungguhnya disitulah
letak estetika karya sastra. Sebagai akhir, mari kita simpulkan amanat apa yang
ingin disampaikan Cicilia lewat Surat
Untuk Nining. Secara keseluruhan, Cicilia ingin mengatakan kepada
masyarakat Indonesia agar tidak mudah terpengaruh oleh janji-janji manis yang
mengatasnamakan uang. Sesungguhnya bekerja di negeri sendiri lebih baik
dibandingkan bekerja di negeri orang yang otomatis berjauhan dari keluarga. Ia
tidak ingin nasib masyarakat Indonesia sama seperti nasib Mira, yang tewas di
negara orang hanya karena ingin mengubah nasib keluarganya. Masyarakat
Indonesia harus lebih cerdas dalam menentukan jalan hidupnya. Sebenarnya
sindiran Cicilia pun tertuju pada pejabat-pejabat negara. Indonesia memang kaya
sebenarnya. Andai saja uang-uang rakyat tidak disalahgunakan oleh
pejabat-pejabat tersebut mungkin bisa digunakan untuk membuka lapangan
pekerjaan yang baru, sehingga masyarakat tidak perlu bekerja ke luar negeri dan
membahayakan diri sendiri. Terakhir, tetaplah mencintai negeri sendiri karena
disitulah tempat teraman untuk bertahan hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar